Lama menunggu datangnya kereta api di Stasiun Senen,
kucoba hilangkan kebosanan dengan menikmati secangkir kopi panas dan sepotong roti coklat
Kupilihlah warung modern,dengan fasilitas udara dingin, lantai bersih dan pelayan yang murah senyum
Pikirku, tempat ini cocok untuk menghabiskan waktu beberapa jam sebelum berangkat ke Jogya
Lima menit berselang, kulihat dari jauh, ada anak kecil bermuka kusut, rambut jabrik acak-acakan,
melongok ke arah mereka yang tengah menikmati makanan dan minuman berharga,
termasuk aku di antaranya
Sudah hafal, jika keberadaannya menimbulkan masalah bagi orang-orang yang ada di dalam,
si anak kusut itu hanya berdiri di depan kaca pintu masuk,
Dengan sopan dan wajah memelas,
ia meminta roti sisa yang tergeletak di salah satu meja.
"Nggak! Pergi sana!!! Mbak, tolong, singkirkan dulu anak ini!" teriak sang pemilik roti sisa itu.
Dengan cekatan, para pelayan mengusir si anak kusut dengan berkata, "awas sana-sana, minggir, pergi-pergi".
Dalam kesedihannya, si anak kusut itu pergi,
sebentar saja ia tak nampak lagi, di telan keramaiaan penumpang kereta api di Stasiun Senen.
Kepergian si anak kusut itu, menyisakan "kegalauan batin" dalam diriku...
Sedih melihat peristiwa itu,
Sedih bukan hanya karena menyaksikan si anak jabrik tidak memperoleh roti sisa,
tetapi juga sedih karena aku ada disana, hanya duduk menikmati sepotong roti dan secangkir kopi milikku..
Kakiku seakan terikat kuat, meski hati ingin membelikan sepotong roti untuk anak jabrik tadi..
Sedih karena tidak ubahnya aku sama seperti orang yang tidak mau membagi kue sisa itu..
Ironis...
Mari berbagilah, saat Sang Pemelihara masih membagi berkatNya buat kita!